Wednesday, March 31, 2010

Patah Hati

Papa harap, papa ada di sana, saat pesona seorang pemuda menggetarkan ruang hatimu, mengusik pikiranmu dan membuatmu merasa melayang.
Tapi jika papa tak disana, ingatlah bahwa perasaan itu alamiah, nikmatilah tapi jangan sampai kau terhanyut karenanya. Sisakan ruang di hatimu untuk dirimu sendiri agar pandanganmu tetap terbuka. Dan berpijaklah pada ajaran agama yang dibenamkan di dirimu sejak kecil.
Karena papa sering melihat seorang gadis yang dibutakan oleh cintanya, dan ditulikan oleh ketakutan akan kehilangan seorang lelaki.
Dan papa harap, papa ada di sana saat pesona seorang pemuda mematahkan hatimu, mengacaukan pikiranmu dan menghempaskanmu.
Tapi jika papa tak disana, ingatlah bahwa itu perasaan yang alamiah juga. Ingatlah bahwa masih banyak yang sayang sama kamu yang mungkin sedang perlu perhatianmu. Biarkan rasa kecewa itu berangsur hilang dengan aktifitas yang positif, dan biarkan rasa terluka itu sembuh dengan mengobati luka hati orang di sekitarmu.
Berjuta-juga orang mampu melewati masa-masa patah hati, dan papa yakin, kamu juga pasti bisa.
Ambil hikmah atas semua kejadian buruk yang menimpamu, dengannya, kamu tidak akan terlarut dalam penyesalan dan kesedihan.
Ingatlah, papa selalu bangga sama kamu.

Monday, March 29, 2010

Me and My Co-Workers

Hampir setiap pagi aku melihat wajah-wajah ini. Wajah-wajah pekerja lapangan sumur minyak dan gas. Wajah-wajah yang lebih sering terpisah dengan keluarganya daripada dengan sumur.
Sebagian ada yang bertahan karena semangat beribadah untuk mencari nafkah untuk orang tercinta. Ada yang bertahan karena hampir tidak ada pilihan lain, ada yang bertahan karena gajinya yang lumayan, dan ada pula yang bertahan karena dia menyukai pola hidup begini.
Sebenarnya, banyak kesempatan dan hikmah di sini. Ada yang mengambil kesempatan ini untuk melakukan hal-hal di luar sepengetahuan keluarganya, ada yang menggunakannya untuk belajar dan mengembangkan diri dan ada yang menggunakannya untuk memperbanyak ibadah.
Dan aku sendiri, berusaha untuk menggunakan kesempatan ini untuk mengembangkan diri dan memperbanyak ibadah. Karena sangat kelewatan jika aku menyia-nyiakan kepercayaan dan doa anak istriku demi keselamatanku cuma demi kenikmatan sesaat. Terima kasih untuk istriku, atas kepercayaan dan doanya. I love you more.

Saturday, March 27, 2010

Sebuah renungan dari teman

Bagi sebagian orang muslim, berhaji adalah kewajiban yang utama. Begitu pentingnya berhaji ini, sehingga rezeki yang mencukupi mereka gunakan untuk berhaji. Dan begitu pentingnya haji ini, hingga panggilan dan titel haji menjadi ukuran kemuliaan.
Bagiku, sudah jelas, haji wajib jika kita mampu melakukannya. Dan aku masih merasa belum mampu melakukannya. Karena aku masih merasa, sebagai orang tua, jaminan kelangsungan pendidikan untuk anakku jauh lebih penting. Dan bagiku juga, masih banyak keluarga dan saudara terdekat yang masih membutuhkan bantuanku.
Tapi kemarin Lely nelpon dari Jogja, dia mengingatkan, dalam rezeki kita ada tanggung jawab untuk menggunakannya untuk melaksanakan rukun islam yang terakhir itu. Dia menyarankan, jika belum mampu untuk naik haji plus, kenapa nggak daftar dan setor biaya awal untuk haji aja terlebih dahulu untuk mendapatkan nomer urut haji. Harapannya, jika giliran kita ada, dengan keadaan sekarang sekitar 4-5 tahun, kita sudah siap. Harapannya juga, dengan begitu, niat kita untuk melaksanakan haji sudah dicatat oleh Allah.
Lely juga bilang, rezeki masing-masing orang sudah diatur oleh Allah. Orang-orang yang kita anggap wajib kita bantu pasti ada rezekinya sendiri dari Allah. Jika kita gunakan rezeki yang kita terima untuk mengunjungi rumah Allah, insyaallah Allah akan menambah rezeki kita, sehingga kita masih bisa membantu mereka yang memang membutuhkannya.
Lely bilang, Allah sudah memberi kita rezeki yang banyak, masak kita nggak bisa menyisihkan sebagian untuk memenuhi undangan-Nya. Walaupun benar, ini seperti tamparan untuk aku. Karena jika kembali ke alasanku tadi, aku bertanya sendiri, apakah aku sudah cukup menyalurkan rezeki yang kuterima untuk orang yang membutuhkan, atau aku cenderung menumpuk harta dengan alasan berinvestasi dan mengumpulkan aset.
..?
Terima kasih Lely, nggak sia-sia aku terus berkomunikasi jarak jauh dengan kamu.
Kini saatnya aku harus memikirkan untuk meningkatkan investasi dan aset untuk di akhirat kita nanti.

Wednesday, March 24, 2010

Pramex 1997-an

Gambaran itu melekat erat di otakku sampai sekarang. Seperti poster Batgirl yang bertahun-tahun nempel di kamar kosku.
Temanku itu, duduk di seberangku, dengan jilbab ungunya menatap keluar jendela kereta Pramex yang kita naiki menuju Jogja. Buah kelengkeng yang sudah hampir habis dalam plastik hitam ada di meja di antara bangku kita.
Aku nggak tau apa yang dipikirkannya, tapi aku yakin bukan aku. Mungkin dia sedang memikirkan pacarnya, teman sekelasku. Atau mungkin dia memikirkan motornya yang kami tinggal di Stasiun Tugu Jogja.
Cukup aneh memang, kami pergi ke Solo, berdua aja untuk mencari proyek buat PKL. Harusnya ada yang spesial di antara kita, tapi tidak, karena kami telah menemukan banyak kesamaan di antara kita, hingga kami sepakat, kami lebih cocok bersahabat.
Walau persahabatan kami sempat naik turun, sampai sekarang, aku sangat sayang sama dia, sebagai sahabat dan sebagai kakak perempuan yang tidak pernah kumiliki. Sebenarnya, waktu itu, aku malah naksir berat dengan sahabatnya yang hampir seperti kembarannya itu.

19 Maret 2010

Akhirnya, kami meninggalkan rumah kami untuk pindah ke rumah baru. Rumah yang penuh kenangan bagi kami sekeluarga.
Aku masih ingat betul, Arum belum lagi setinggi bufet TV waktu kita baru pindah, hingga tinggi Arum sudah jauh melebihi bufet itu. Waktu isi rumah itu cuma kasur dan bufet, hingga satu persatu terisi.
Aku juga ingat waktu rumah itu mau disita bank karena kita menunggak cicilan. Juga setiap tambahan car port dan teras belakang yang kurancang sendiri.
Aku juga ingat saat Arum dan mamanya marahan dan tidur di kamarnya masing-masing. Juga saat mertuaku meninggal di rumah itu.
Kini kami sudah pindah, tepat 7 tahun waktu pertama kami pindah kerumah itu.
Semoga keberkahan dianugrahkan Allah, di manapun kami berada.

Thursday, March 11, 2010

Istri bekerja

Semenjak lulus kuliah, istriku tidak pernah nganggur, dia selalu bekerja. Sempat pindah kerja beberapa kali, hingga di Schlumberger, tempat kami pertama bertemu. Waktu kami sama-sama keluar dari Schlumberger, dan aku bekerja di Barikin, dia sempat memutuskan untuk tidak bekerja lagi. Tapi karena waktu itu, gajiku tidak mencukupi dan ada kesempatan bagus di Total, walau bukan karyawan permanen, akhirnya dia bekerja lagi.
Selama 3 tahun lebih bekerja di Total, ada aja kejadian atau tingkah laku teman kerjanya yang membuat dia merasa tidak betah. Hingga ada suatu keadaan yang membuat rasa jengkelnya memuncak dan membuatnya memutuskan berhenti.
Walau aku tidak pernah meminta dia berhenti bekerja, tapi waktu itu aku bahagia sekali. Karena aku jadi lebih tenang bekerja, tahu bahwa anakku sepenuhnya diurus oleh istriku.
Ada yang sempat menyayangkan karier yang dilepas istriku, termasuk gaji yang lumayan. Tapi istriku berpendapat, lebih baik kerja keras mengurus keluarga membahagiakan anak dan suami, daripada kerja keras untuk kebahagian bos di tempat kerja.
Yang pasti, istri yang bekerja mengurus keluarga di rumah, pahalanya jauh lebih besar. Jauh lebih bernilai dari gaji yang dia dapatkan dulu.
Sudah hampir 3 tahun sejak dia berhenti kerja, dan katanya, tidak sedikitpun dia menyesal, dan tidak sedikitpun dia ingin kembali bekerja.
Terima kasih istriku, I love you full.

Wednesday, March 10, 2010

Arum...

Waktu Arum baru lahir, istriku masih bekerja. Karena waktu itu kami kerja sekantor, jadi kami pergi kerja bersama-sama setiap pagi. Dan aku ingat betul, setiap kami berangkat kerja dan mengucapkan "Dadah.....", dia langsung menangis. Setiap pagi itu juga rasanya hatiku hancur melihat muka meweknya setiap kami berangkat kerja. Walaupun kami masih beruntung, karena selama kami kerja, Arum diurus oleh neneknya dan ibu Yana-nya yang sangat pintar mengurus anak. Tapi tetap saja hatiku sedih setiap pergi kerja.
Yang juga menghancurkan hatiku, Arum sepertinya trauma oleh kata-kata "Dadah..." itu. Karena setiap dia mendengar kata itu, dia langsung mewek dan siap menangis. Pernah aku mendongeng untuk Arum sebelum dia tidur, di cerita itu ada bagian di mana salah satu tokoh saling berpisah dan mengucapkan "Dadah...", saat itu juga wajahnya langsung mewek dan hampir menangis.
Sampai akhirnya aku dan istriku berhenti dari tempat kerja kami dan aku mengambil waktu untuk beristirahat selama sebulan. Di saat itu, Arum terasa mendapat perhatian dan waktu kami secara penuh. Tapi setelah sebulan, aku mengambil pekerjaan yang mengharuskan aku untuk bekerja di luar rumah selama 2 minggu penuh, tapi enaknya, selama 1 minggu days off, aku seminggu penuh di rumah. Pada setahun pertama bekerja, Arum masih nggak bisa melihat aku berangkat kerja, dia pasti menangis pada awalnya. Setelah setahun lebih, dia baru bisa melihat aku berangkat kerja tanpa menangis. Untungnya, kemajuan teknologi komunikasi membuat komunikasi kita seakan tanpa batas. Bahkan, kalau di Sei Meriam, aku masih bisa ber-Video Call dengan anak istriku.
Tapi, terkadang, waktu 1 minggu days off tidak cukup. Arum malah pengennya kalau bisa Papanya di rumah aja, nggak kerja. Tapi kubilang, "Nanti Papa nggak dapat uang, sayang...", dia malah menjawab "..biar aja....". Membuat aku merasa tersanjung, melayang, sekaligus sedih.
Tapi aku bersyukur, di lain pihak, dengan jarangnya aku di rumah, Arum bisa lebih dekat dan akur dengan Mamanya. Karena, kadang-kadang, kupikir, kalau ada aku, mereka sering banget nggak akur. Apalagi sejak mamanya, istriku, tidak bekerja lagi, mereka terlihat lebih dekat sama lain.

Wednesday, March 3, 2010

Muara Sejahtera Barge

Hari ini aku naik lagi ke barge Muara Sejahtera. Ada perasaan yang berbeda kalau naik kesini. Sebagian crew menolak naik kesini, karena menganggap di sini pekerjaannya lebih repot dan laporannya ribet. Memang sih lebih repot dan ribet, tapi bagiku itu adalah pembelajaran dan pengalaman yang bisa meningkatkan kualitas diri kita.
Tapi, yang enak, di sini bisa dibilang tempat tidur dan tempat kerja hanya dalam radius 25 meter. Sehingga, walaupun rig up rig down tiap hari, istirahatnya lebih nyaman. Lagian, karena jobnya yang padat, badan terasa lebih segar karena sering beraktifitas.
Yang terutama, barge ini merupakan milik Barikin, jadi terasa seperti di rumah sendiri. Bagaimanapun, sejelek apapun, tetap lebih nyaman di rumah sendiri.