Thursday, March 15, 2012

:-(

Waktu bapakku meninggal kemaren, aku hampir tidak menangis. Waktu pertama dapat berita, akupun tidak spontan menangis, aku malah sibuk memikirkan gimana supaya pak Niti bisa menggantikanku agar aku bisa pulang. Waktu aku memberitahu Dwi, crewku, baru menetes air mataku walau cuma sebentar.
Sesampainya di rumah dan melihat jenazah beliau pun aku tidak menangis, aku malah bercanda dengan keponakanku yang sudah lama tidak bertemu.
Bahkan waktu diberi kesempatan untuk berpamitan sebelum kain kafan ditutup, aku tidak menangis. Aku berusaha menjaga agar ibu dan adik-adikku tidak meratapi dan menangis secara berlebihan. Waktu di dalam liang kubur dan tanah mulai menutupi, akupun tidak menangis.
Aku menahan tangis karena aku harus tegar dihadapan adik-adikku. Dalam sekejap, aku menjadi pemimpin keluarga besarku. Kepergian bapak yang tidak mendadak memudahkan aku tidak merasa kehilangan yang dalam.
Wajah bapak cuma terlihat seperti tidur dan bermimpi indah. Waktu aku mandikan bapak, wajahnya hampir tersenyum, sepertinya senang akhirnya anak sulungnya yang jarang datang akhirnya mengurusi dirinya di saat terakhirnya. Kadang aku masih berharap sebenarnya bapak cuma tidur, agar dapat perhatianku. Bahkan waktu di dalam liang lahat, wajahnya seperti masih muda, seperti jauh sebelum beliau sakit dulu.
Aku yakin, bapak memang berbahagia sekali, karena beliau akhirnya bertemu dengan Allah. Allah sudah terlalu baik mengurangi dosa beliau dengan sakit yang lama, dan memberikan waktu padanya untuk bertobat dan terus beribadah sampai akhir hidupnya. Terima kasih ya Allah, bimbing kami yang ditinggalkan, berilah tempat yang terbaik untuk bapakku.
Waktu pulang istri bertanya, "papa sedih kah?". Aku cuma bilang, "sedihnya sudah lewat", karena aku lebih sedih waktu beliau masih sakit.

No comments:

Post a Comment