Tuesday, August 23, 2011

Pak De


Pak De

Aku punya satu panggilan lain, yaitu Pak De. Pak De itu adalah panggilan dari keponakan-keponakanku dari pihak keluargaku di Samarinda, karena aku adalah paman laki-laki yang paling tua. Sebenarnya awalnya aku kurang suka dipanggil pak de, tapi sedari kecil, Devi, keponakanku yang paling besar dari adikku sudah diajarkan untuk memanggilku pak de. Trus Dito, anak dari adikku Daus juga memanggilku pak de. Sekarang ada lagi Syila, anak dari adikku Artha juga diajarkan untuk memanggilku pak de.
Akhirnya aku terima aja panggilan itu, walaupun panggilan itu bagiku kedengarannya terlalu resmi dan berjarak, padahal aku sangat sayang dengan keponakan-keponakanku itu. Akibatnya aku menjadi sosok yang harus ditakuti dan disegani oleh keponakan-keponakanku. Devi suka diancam untuk dilaporkan ke pak de kalau dia berbuat macam-macam, dan dia kelihatannya segan sama aku, walau aku selalu berusaha mendekatkan diri kepada dia, karena aku prihatin sama dia, ibu bapaknya sudah bercerai waktu dia masih umur 7 tahun-an. Apalagi Dito, mungkin juga karena jarang bertemu aku dan aku juga agak kaku sama dia, dia menjadi kurang dekat dengan aku.
Entah kenapa, aku merasa, di pihak keluarga Samarinda, aku menjadi sosok disegani bahkan oleh ibu bapakku sendiri. Walaupun aku tidak berusaha menempatkan diri untuk minta dihormati, tapi banyak beberapa keputusan penting yang harus kusetujui dan banyak hal-hal yang disembunyikan cuma karena takut aku marah karenanya. Contohnya waktu adikku Artha memutuskan menikah dengan calon yang kurang disetujui ibuku. Mereka harus menunggu persetujuanku, dan menerima lamaran calon suaminya, namun aku berusaha menempatkan posisiku sebagai perwakilan bapakku yang kurang sehat. Aku terima lamaran calon suami adikku waktu itu karena menurutku, kalau memang mereka berniat menikah dan mereka sudah cukup dewasa, nggak ada alasan bagiku untuk menghalangi-halanginya. Masalah rezeki aku juga percaya bahwa itu datangnya dari Allah. Kita tidak bisa menentukan nasib seseorang hanya berdasarkan keadaan dia yang sekarang kan?
Jadilah aku sosok pak de bagi Devi, Dito dan Syila, sosok yang mereka harus hormati, cium tangan (yang selalu kuhindari) dan segani, walau sebenarnya bukan itu sosok paman yang ideal bagiku. Bagiku, paman adalah sosok pelengkap orang tua yang bisa menjadi panutan dan pelindung saat orang tua mereka tidak bisa kompromi dengan pola pikir anak-anak.

No comments:

Post a Comment