Saturday, May 14, 2011

Tradisi salim di keluargaku

Waktu liat timeline-nya @miund mengenai tradisi cium tangan/salim pada orang yang lebih tua, aku teringat pola pengajaranku kepada anakku. Pada Arum, kami tidak mengajarkan salim, kami lebih terbiasa cium pipi/bibir dan berpelukan. Saat aku pergi kerja, kami terbiasa untuk berciuman dan berpelukan, nggak pernah salim.
Menurutku, ini lebih mendekatkan kami daripada tradisi salim yang lebih pada praktik diktatorisme. Aku ingin anakku berjiwa demokratis, semua punya hak. Dan ini menurutku bisa membangkitkan rasa percaya diri anak. Jadinya sekarang di keluarga kami, tidak ada yang terlalu dominan, semuanya dibicarakan bersama.
Tapi sulitnya, dari keluarga istriku dan aku sendiri, tradisi salim itu masih kental. Jadi, Arum yang tidak terbiasa salim, kurang dianggap hormat sama orang tua.
Tapi aku bangga, tidak ada anak dikeluarga besar kami yang sangat dekat dengan bapaknya seperti anakku.
Satu lagi yang membuatku tambah yakin, di timeline @miund itu juga, resiko cium tangan dengan sembarang orang adalah adanya kemungkinan tertular penyakit. Karena kita nggak tau kan apa saja yang telah dipegang orang yang kita salimin itu?
Menghormati orang yang lebih tua bukan berarti harus salim. Lebih utama adalah bagaimana kita berbicara dan bersikap, serta menunjukan prestasi yang bisa membanggakan orang tua.

No comments:

Post a Comment