Friday, May 13, 2011

Arum dan Konfliknya

Beberapa waktu yang lalu, Arum mengalami konflik dengan teman sekolahnya. Arum sebelumnya memang ada cerita kalau ada anak kelas lain yang tiba-tiba menuduh Arum ngomongin anak itu ke anak yang lain. Padahal aku tahu banget nggak mungkin Arum mau ngomongin orang lain, dia nggak perduli sama urusan orang lain. Mulanya kuanggap biasa aja, waktu itu aku cuman nyaranin dia untuk ngomong balik ke anak itu kalau dia nggak pernah begitu. Dia sih bilang dia cuman cuekin anak itu.
Rupanya, karena Arum nggak nanggapin, anak itu tambah menjadi-jadi, dia tambah berani sama Arum. Sampai suatu hari akibatnya Arum nangis dibuatnya. Waktu itu Kai Supir yang ngantar jemput Arum sekolah mulai kesal juga, jadi dia memarahi anak itu. Kai Supir kami ini memang sayang banget sama Arum dan Arum juga dekat sama dia.
Sorenya, ibu anak itu dan pamannya datang ke rumah melapor ke istriku. Rupanya rumahnya masih satu kompleks dengan kami. Ibunya, berdasarkan laporan anak itu, menuduh Arum telah sering ngomongin anak itu dan Kai Supir telah menendang anak itu. Istriku yang tau banget sifat Arum dan Kai Supir membantahnya, apalagi ibu itu bisa lihat sendiri kalau badan Arum itu jauh lebih kecil dari anak itu. Istriku menyuruh ibu itu menyelesaikan di sekolah aja keesokan harinya dengan Kai Supir dan Kepala Sekolah.
Besoknya, semuanya dikumpulkan, termasuk teman-teman anak itu dan teman-teman Arum. Kai Supir langsung membantah kalau dia menendang anak itu, dan hal ini dibenarkan oleh teman-teman anak itu sendiri. Akhirnya anak itu menangis dan mengaku salah.
Alhamdulillah Arum nggak jadi trauma pergi ke sekolah karenanya. Tapi aku sayangkan karena aku sendiri nggak terlalu menanggapi lebih dini masalah ini. Selain karena Arum sendiri agak susah bercerita, aku juga awalnya ingin agar Arum bisa mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, seperti laki-laki. Tapi aku lupa bahwa Arum bukan laki-laki, walaupun dia agak galak di sekolah, tapi ada hal-hal yang bisa membuatnya tertekan.
Sekarang, aku berusaha meningkatkan kualitas komunikasi kami, terutama saat aku mengantar dan menjemputnya sekolah. Aku harap, sampai kapanpun nanti, aku bisa jadi orang tua dimana dia bisa curhat dan bercerita. Dengan begitu, kita akan bisa mengarahkan pendidikan moral dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai dia terjerumus ke hal-hal negatif karena rasa ingin tahu yang tidak terpenuhi.

No comments:

Post a Comment