Tuesday, February 23, 2010

Rumah

Dari awal, waktu memutuskan untuk membeli rumah baru, aku berpesan sama istriku "jangan digembar-gemborkan". Kalaupun nanti semua orang tahu kami memiliki rumah baru, itu karena ada perubahan alamat. Sesuatu yang sulit disembunyikan di tempat kerjaku, karena setiap mau berangkat kerja, aku dijemput dari rumah. Aku merasa, apapun bisa terjadi. Selama rumah itu belum lunas cicilannya, aku tidak bisa mengklaim itu sebagai "rumahku". Lagian, semua yang kita miliki aku yakini adalah titipan Allah.
Tapi oleh karena suatu sebab, ada 2 orang temanku yang tahu, tapi aku sudah minta juga untuk dirahasiakan. Tapi karena sebab lain, ada lagi temanku yang tahu. Teman yang tidak bisa kukendalikan untuk merahasiakannya. Susahnya, dia pun bercerita kepada teman-teman yang lain.
Kenapa aku berusaha menutup rapat hal ini?. Tak lain karena aku tidak ingin terkesan sombong. Bagiku, bercerita mengenai apa yang kumiliki, kepada orang yang tidak mampu memilikinya, membawa kesan keangkuhan. Aku tak akan memulai bercerita tentang apa yang kumiliki, kecuali ditanya. Aku tak akan bercerita lebih panjang tentang apa yang kumiliki, kecuali diminta, tapi secukup dan seperlunya saja. Dan jika kau tanyakan harganya, pasti kusebutkan harga yang lebih rendah dari harga aslinya.
Tolong, jangan tanyakan harga barang-barang yang kupunyai. Aku takkan akan mengingatnya dengan pasti. Karena ingatan ku lemah terhadap harga-harga barang yang kumiliki, sekecil dan sebulat apapun harganya.
Wokelah kalau begitu. Hampir semua temanku tau sekarang. Untunglah bukan karena aku yang gembar gembor, tapi karena ada ember di luar sana. Selanjutnya, banyak yang menanyakan, kapan pindahannya? kapan syukurannya?.
Aku sebenarnya tidak mau mengadakan syukuran. Bukan karena aku tidak bersyukur, tapi kalau melihat format acara syukuran yang pernah kudatangi, sepertinya mereka ingin bilang "ini nih, rumah baruku, silahkan datang dan melihat". Bagiku, itu suatu bentuk kesombongan yang tersembunyi dalam baju "syukur". Sudah jelas dalam agama, cara bersyukur itu adalah dengan menggunakan rezeki apapun yang kita terima itu untuk kebaikan, bukan dengan "pameran".
Tapi aku harus tetap berkompromi dengan istriku, yang ingin mengundang makan teman-teman kami jika sudah pindah nanti. Oke deh, formatnya "mengundang makan", walaupun masih tetap ada unsur pamer di dalamnya. Aku hanya bisa berdoa, ya Allah, jauhkan aku dari rasa sombong yang sekecil apapun. Karena aku telah belajar bahwa, rasa sombong itu bukan hanya dibenci Allah, tapi juga menjauhkan simpati dari teman dan kerabat kita.
P.S. : Mohon dimengerti, aku nulis ini bukan karena aku ingin sombong, tapi aku hanya ingin mengeluarkan uneg-unegku.

1 comment:

  1. bener banget, do!

    waktu aku pindahan rumah dekat kampus di dusun balik pepohonan, aku tidak mau mengundang siapapun...

    soalnya, ga ada tempat parkir:)
    hiks!

    ReplyDelete