Wednesday, September 22, 2010

Kemping...

Awal juli 2010
Arum sangat antusias dengan rencana kami, apalagi Iki dan Edo, sepupunya Arum. Malam ini kami rencananya akan kemping di pantai.
Walau arum awalnya takut, tapi ternyata dialah yang akhirnya paling antusias.
Sejak pagi aku sudah menyiapkan segala sesuatunya, makanan, minuman dan tenda.
Jam 2 siang mulailah kami pergi menjemput 2 ponakanku sekalian mengambil tambahan perlengkapan di rumah mertuaku. Jam 3 kami sudah siap berangkat ke pantai. Di jalan, aku singgah untuk membeli singkong.
Rencanaku adalah, kami kemping di pantai, membuat api unggun, masak mie untuk makan malam, bakar singkong, mencari bintang jatuh, dan tidur di dalam tenda sampai pagi. Aku ingin anak-anakku bisa mendapatkan pengalaman sekaligus petualangan outdoor. Bukan hanya bermain-main di mall.
Setelah meninjau pantai Manggar, akhirnya aku putuskan kemping di pantai Lamaru, sekitar 5 km dari pantai Manggar, karena aku merasa pantai Lamaru lebih bersih dan lebih aman.
Sesampainya di pantai Lamaru, aku biarkan anak-anak main di pantai dulu. Sementara aku melihat-lihat kondisi sekaligus mencari tempat untuk mendirikan tenda. Sekalian juga mencari informasi, apakah keadaannya aman untuk berkemah dari para penjual makanan dì pantai itu. Ternyata, menurut penjual es kelapa muda, di sana sangat aman, tidak pernah ada kejadian apa-apa.
Setelah yakin aman, aku langsung mempersiapkan tempat mendirikan tenda dan mulai mengumpulkan kayu bakar.
Jam setengah enam, kupanggil anak-anak untuk segera mandi dan bersiap-siap mendirikan tenda. Sialnya, ternyata para pejaga kamar mandi umum sudah pada pulang. Terpaksa aku ajak anak-anak mandi dari sumur penduduk.
Selesai mandi, aku ajak mereka mengumpulkan kayu bakar. Lalu aku mendirikan tenda dan mulai membuat api unggun. Ternyata, membuat api unggun tidak semudah yg kubayangkan. Walaupun akhirnya jadi juga api unggunnya, tapi aku harus mencari cara lagi untuk mengatur api itu agar bisa buat memasak. Karena anak-anak sudah kelaparan, mereka akhirnya memakan roti yang disiapkan istriku.
Akhirnya, jadi juga tungku sederhana buatanku. Segera kumasak kornet dan indomie untuk makan malam. Untungnya lagi, ibunya Edo membawakan kami nasi. Jadilah makan malam kami, nasi + indomie + kornet ala chef papa. Anak-anak makan cukup lahap.
Acara selanjutnya, bakar singkong. Tanpa dikupas, aku masukkan singkong ke perapian, dan dalam keadaan masih panas dan terbungkus arang, kukupas dan kami makan.
Jam 8 malam, istriku nelpon dan nangis-nangis. Dia menyuruh kami pulang, alasannya katanya sering ada orang mabuk yang suka mengganggu orang yang kemping di situ.
Kulihat kondisinya memang kurang pas. Selain cuman kami yang berkemah, bulan juga sedang tidak bersinar, dan kami tidak membawa lentera, jadi gelap banget.
Waktu kuputuskan untuk pulang, Arum nangis, dia maunya sampai pagi. Aku bujuk dia, aku janji lain kali pasti kita kemping lagi.
Agar tidak terlalu kecewa, pulangnya kami singgah ke pasar malam dadakan. Disana kami bermain 2 wahana, yang ternyata cukup mengobati kekecewaan mereka.

No comments:

Post a Comment